Pancasila bukan hanya sekedar ornamen yang berisi petuah tanpa makna. Pun, Pancasila bukan cuma hiasan dada untuk mempercantik penampilan Burung Garuda, lambang negara kita. Pancasila ialah ideologi bersama. Ideologi yang disepakati sebagai landasan bangsa ini dalam seluruh pergerakan kebangsaannya. Pancasila sekaligus menjadi solusi atas fakta keberagaman dan kemajemukan negeri ini.
Namun hari ini, dalam peringatan hari lahirnya yang ke-68, kita merasa Pancasila justru kian terpojok. Pamornya semakin meredup di tengah arus besar demokratisasi yang dalam beberapa hal sudah melampaui batas. Kedalaman falsafahnya sudah tidak menjadi anutan. Nilai-nilai luhur kebangsaan yang termaktub dalam tubuh Pancasila bahkan kerap terkhianati perilaku sebagai anak bangsa, termasuk para pemimpinnya.
Kian masifnya perilaku intoleran belakangan ini merupakan contoh betapa jiwa Pancasila yang sangat mengagumkan konsep toleransi dan keberagaman telah ditinggalkan, Pancasila seperti teronggok di pojok ruang karena terkepung kepicikan dan egoisme dangkal.
Di sektor ekonomi tak jauh berbeda. Ekonomi Pancasila yang identik dengan ekonomi kerakyatan tak mampu menahan gempuran liberalisasi ekonomi global yang justru dijadikan refrensi utama oleh penyelenggara negara. Ketidakberdayaan rakyat di bidang ekonomi seolah hanya menjadi sebuah tontonan yang tak memerlukan jalan keluar. Di sisi lain, kekuatan asing yang mendominasi perekonomian malah mendapat tepuk tangan dan karpet merah.
Praktek korupsi yang merajalela juga kian meneguhkan ketidakmampuan bangsa ini memahami butir-butir dalam Pancasila secara benar. Spirit kejujuran dan keadilan semakin pudar, tergantikan keserakahan yang berpadu dengan opurtunisme akut.
Karena itu, di momentum peringatan Hari Lahir Pancasila ini, kita ingin mengingatkan bahwa belum terlambat bagi seluruh elemen bangsa untuk kembali menekuni Pancasila sebagai ideologi bersama. Inilah momentum untuk mengembalikan Pancasila hadir secara nyata di tengah-tengah masyarakat, bukan sekadar pemanis naskah pidato kenegaraan.
Pancasila memang bukan semacam pil sakti yang dapat menyembuhkan segala penyakit. Pancasila juga bukan merupakan pintu ajaib yang dalam sekejap mampu membawa rakyat Indonesia pada kemakmuran dan kesejahteraan. Namun dengan menjadikannya roh kebangsaan yang kukuh, kita menginginkan semangat Pancasila bisa kembali mewarnai kehidupan berbangsa dan bernegara.
Pancasila mesti dioptimalkan untuk membangun lagi kebersamaan, kerukunan, keguyuban, dan kemandirian yang dulu kita punya. Dengan begitu, ia akan semakin kuat dan tak mudah lagi dicederai atau dikhianati anak-anak bangsanya sendiri.*cK
0 comments:
Post a Comment