Home » » Tujuan Hidup Adalah Kebahagiaan

Tujuan Hidup Adalah Kebahagiaan


Science without philosophy, fact Without perspective and valuation, cannot save us from havoc and despair. Science gives us knowledge, but only philosophy can give us wisdom.
-Wil Durant-

Kemudian mereka menjatuhkan vonis bahwa ia harus minum racun. Teman-temannya datang ke penjara dan menawarkan pembebasan yang gampang. Mereka tel;ah menyuap beberapa pejabat yang menghalanginya untuk memperoleh kebebasan. Ia menolaknya. Ia telah berusia tujuh puluh tahun (399 SM). Mungkin ia sudah berpikir bahwa telah tiba saatnya baginya untuk mati, ia tidak akan lagi memperoleh kesempatan mati dengan cara yang begitu bermanfaat. “Berbahagialah”, ia berkata kepada kawan-kawannya yang berduka cita, “dan katakana bahwa kalian hanya akan mengubur tubuhku.”

“Ketika ia telah mengucapkan kata-kata ini” kata Plato dalam salah satu diantara paragraf-paragraf yang agung di sastra dunia. Ia bangkit dan masuk kekamar mandi bersama Crito, ia menyuruh kami menunggu, sambil membicarakan dan memikirkan besarnya derita kami; ia seperti ayah bagi orang yang ditinggalkannya dan kami sebentar lagi akan menghabiskan sisa hidup kami sebagai anak-anak yatim… sekarang saat matahari tenggelam sudah mendekat, karena cukup lam waktu berlalu selama kami berada di penjara. Ketika ia keluar, ia duduk bersama kami lagi, tetapi tidak banyak yang ia katakana. Lalu penjaga penjara masuk, berdiri disampingnya, sambil berkata: “Bagaimana, Socrates, yang aku kenal sebagai orang yang paling mulia, paling lembut, dan paling baik dari semua orang yang pernah datang ketempat ini, aku tidak akan menuntut rasa marah orang lain, yang murka dan memaki-maki aku, karena mematuhi penguasa, aku menyuruh mereka minum racun. Sungguh, aku yakin engkau tidak akan marah kepadaku; karena seperti yang engkau, orang lainlah dan bukan aku, yang bersalah disini. Jadi selamat tinggal, dan terimalah dengan mudah apa yang harus ditanggung; “KLau tahu tugasku.” Kemudian dengan air mata yang berlinang ia berbalik dan keluar.

Socrates menatapnya dan berkata: “Aku haturkan terima kasih atas ucapan salam terakhirmu, dan akan melakukan apa yang engkau suruh.” Lalu ia berbalik kepada kami dan berkata, “Betapa baiknya orang ini; sejak aku dipenjara, ia selalu datang menemuiku. Dan lihat bagaimana ia berduka cita karenaku. Dan lihat bagaimana ia melakukan apa yang dia perintahkan, Crito. Bawalah cawan itu, jika racunnya sudah disiapkan; jika belum, biarlah petugas mempersiapkan.”

“Tetapi,” Kata Crito, “Matahari masih diatas puncak bukit, dan banyak orang terlambat meminumnya. Banyak diantara mereka yang makan dan minum, bersenang-senang, sesudah keputusan pengadilan dinyatakan kepada mereka. Janganlah terburu-buru. Masih ada waktu.” Socrates berkata: “Ya, Crito. Mereka yang kamu ceritakan itu bertindak benar, karena mereka berpikir mereka berpendapat sesuatu dari penangguhan itu; tetapi aku tidak bertindak benar, karena aku kira aku tidak akan mendapatkan apa-apa dengan agak menangguhkan munum racun itu. Aku juga tidak dapat menyelamatkan hidupku. Aku hanya bisa menertawakan diriku. Lakukanlah apa yang aku katakana, dan jangan membantahku.”
Crito begitu mendengar ini memberi isyarat kepada pelayan. Pelayan itu masuk, tinggal beberapa saat, dan kemudian kembali dengan penjaga penjara membawa cawan berisi racun. Socrates berkata: “Kamu sahabatku yang berpengalaman dalam urusan ini harus memberikan penjelasan bagaimana seharusnya aku berbuat.” Orang itu menjawab: “Anda cukup berjalan-jalan saja sampai kaki Anda berat, kemudian berbaringlah dan racun itu mulai beraksi.” Pada saat bersamaan ia menyerahkan cawan itu kepada Socrates, yang dengan cara yang sangat lembut dan sangat tenang, tanpa ada rasa takut sedikitpun, tanpa perubahan air muka, memandang lelaki itu dengan seluruh matanya, seperti biasanya, mengambil cawan itu dan berkata: “Bagaimana menurut pendapat kalian kalau aku minum ini sebagai persembahanku kepada Tuhan? Boleh, tidak?”

Orang itu menjawab: “Kami hanya mempersiapkan Socrates sepanjang yang diperlukan.” “Aku mengerti,” katanya, “Tetapi aku boleh dan harus berdoa kepada Tuhan untuk mengantarkan perjalananku dari dunia ini ke dunia yang lain. Mudah-mudahan doa ini dikabulkan.” Kemudian, sambil merapatkan cawan itu kebibirnya, ia minum racun itu dengan tenang dan ceria.

Dan sampai disini kebanyakan kami masih mengendalikan kesedihan kami lagi. Tetapi, ssekarang, ketika kami melihatnya minum, dan menyaksikan ia sudah menghabiskan minuman itu, kami tidak sanggup menanggungnya lagi. Air mataku sendiri mengalir dengan deras, sehingga aku tutupi mukaku dan menangis terisak-isak. Pastilah aku tidak menangisi dia, tetapi menangisi bencana yang menimpaku karena kehilangan sahabat seperti dia. Dan aku bukan yang pertama menangis, karena Citro pun pada waktu ia tidak sanggup menahan tangisannya, bangkit dan pergi keluar, dan aku ikuti. Pada saat itu juga, Apollodirus yang sudah menangis cukup lama, meraung keras yang membuat kami semua bertambah duka. Hanya Socrates aja yang tetap tenang: “Asa apa dengan tangisan yang aneh ini?” Ia berkata, “Aku kirim p[erempuan-perempuan supaya mereka tidak mengganggu seperti ini, karena telah terdengar lelaki harus mati dalam kedamaian. “Diamlah dan bersabarlah.” Ketika kami mendengarnya, kami merasa malu dan menahan air mata kami. Ia berjalan-jalan sampai seperti yang ia katakana, kakinya mulai melemah dan ia pun berbaring menelentang, sesuai dengan petunjuk. Dan sesuai dengan saran orang yang memberinya racun. Ia melihat kakinya . Setelah beberapa saat, ia memijit keras kakinya, dan bertanya apakah ia masih merasa; dan ia berkata; “Tidak” kemudian betisnya dan terus keatas dan menunjukkan kepada kami bahwa ia sudah dingin dan kaku.

Kemudian Socrates bangun sendiri merasakan semuanya dan berkata: “Jika racun itu sudah mencapai jantung, di situlah akhirnya.” Ia mulai mendingin di sekitar pinggangnya, ia membuka mukanya (yang sebelumnya ia tutup) dan berkata, -ucapan terakhirnya- “Crito aku berutang ayam kepada Asclepius. Maukah kamu membayarkan utangku itu?” “Utang akan dibayarkan,” kata Crito, “ada lagi yang lain?” Tidak ada jawaban pada pertanyaan ini. Dalam satu atau dua menit, terdengar gerakan. Penjaga penjara membukanya. Matanya memejam dan Citro menutupkan mata dan mulutnya.

Itulah akhir sahabat kami, yang dengan sungguh-sungguh dapat disebut sebagai orang yang bijaksana, paling adil, dan paling baik dari semua manusia yang pernah aku ketahui.”
Plato mengisahklan perjuangan orang terbijak pertama dalam sejarah- Socrates. Dia dianggap sebagai guru dari semua tokoh filsafat. Dalam kisah yang dituturkan oleh Plato, kita melihat Socrates mengajarkan kebahagiaan dengan contoh perilakunya. Ketika kabut kesedihan meliputi murid-muridnya, Socrates masih bercanda. Ia menyuruh mereka untuk tetap gembira. Ia menenggak racun dengan tenang dan ceria. Dari perilakunya kita mengambil kesimpulan bahwa Anda bahagia, jika dalam pandangan Anda tidak ada bedanya hidup dan mati, penjara dan istana, miskin dan kaya, racun dan madu.

Socrates mendiskusikan kebahagiaan ditaman atau di pinggir jalan. Para muridnya melanjutkan wacana kebahagiaan itu dalam berbagai aliran yang sesuai dengan apa yang mereka tangkap dari gurunya. Plato menisbahkan pada Socrates bahwa kebahagi adalah anugerah Tuhan karena kita hidup dengan baik. Apakah yang disebut baik? Eupraxia, kata Socrates, yang didefinisikan oleh Plato sebagai berfungsinya seluruh bagian jiwa secara harmonis. Nasihat Socrates yang menyiratkan bahwa kita bisa hidup bahagia dengan “mengikuti alam” telah ditafsirkan bermacam-macam. Mengikuti alam kata Aristippus, adalah memenuhi tuntutan kesenangan jasmanish kita… Mengikuti alam, kata kaum Stoik, ialah menekan kesenangan jasmaniah dan memuaskan akal kita. Mengikuti alam, kata Aristoteles, adalah menjalankan “fitrah” kemanusiaan kita.*

cK *Meraih Kebahagiaan*

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

Powered by Blogger.