Home » » Politisi Busuk dan Good Government

Politisi Busuk dan Good Government



Memberikan hak pilih yang tepat dalam menentukan wakil rakyat ataupun pemimpin kita, berarti kita telah ikut serta dalam menentukan nasib Republik ini selama 5 (lima) tahun kedepan. Untuk itu, hendaklah kita benar-benar menjatuhkan pilihan pada  sasaran yang tepat. Karena apabila kita salah memilih, nasib bangsa adalah taruhannya. 
Belajar dari pengalaman yang sudah-sudah, betapa banyaknya politisi, dalam hal ini anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) kita yang terhormat, terpaksa harus berurusan dengan aparat penegak hukum. Bahkan ada yang harus mendekam di hotel prodeo untuk jangka waktu tertentu, sebagai akibat dari ketidakmampuannya dalam mengendalikan hawa nafsu untuk memperkaya diri sendiri dan atau kelompoknya dengan jalan  menghalalkan segala cara yang bertentangan dengan aturan dan perundang-undangan yang berlaku. 
Hal tersebut bisa terjadi karena tidak saja disebabkan oleh menurunnya iman seseorang wakil rakyat. Tetapi juga disebabkan oleh kesalahan kita sebagai warga negara yang telah salah dalam menjatuhkan pilihan dalam menentukan wakil rakyat ketika pemilu nanti.
Harapan dan Tantangan
Tuntutan agar setiap pemilu dapat menciptakan pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good government) sudah sering kita dengarkan. Namun rasanya slogan good government masih hanya sebatas retorika belaka. Kenyataan menunjukkan bahwa semakin gencar KPK memburu Koruptor semakin tinggi pula jumlah politisi (anggota legislatif) yang tersangkut.
Selain itu, di tengah kegaduhan dunia politik yang semakin memanas, serangkaian persoalan kebangsaan terus mencuat ke permukaan. Diantaranya adalah maraknya kasus kekerasan yang dilakukan oleh aparat penegak hukum, diskriminasi, ketidakadilan, kemiskinan, dan pengangguran masih menjadi daftar panjang problem kebangsaan yang belum bisa ditangani secara maksimal.
Ketika negara dalam kondisi demikian, para politisi malah sibuk memoles dirinya dengan pencitraan. Beragam pernyataan yang bernada membela kesejahteraan rakyat terus bermunculan. Mereka seperti pejantan tangguh yang siap berperang demi kesejahteraan rakyat. Bahkan manuver saling tuding kesalahan antara politisi yang satu kepada yang lainnya, sebagai bentuk lain dari kesetiannya dalam membela kesejahteraan rakyat sering dilakukan.
Sedangkan rakyat hanya bisa menonton semua pertunjukan permainan politik tersebut. Kadang-kadang rakyat hanya bisa tertawa melihat perilaku para politisi yang sedemikian “lucu.” Tidak sedikit pula yang sinis. 
Wajar bila rakyat muak dengan para politisi. Karena selama ini mereka hanya pintar merangkai kata-kata dengan tingkah pencitraan. Manuver politik yang mereka mainkan malah semakin memperkeruh persoalan. Karena yang diinginkan politisi sebenarnya hanya pencitraan agar dirinya banyak mendapat simpati rakyat. Mujur saja, karena sekarang ini kecerdasan rakyat dalam menangkap setiap pernyataan politisi semakin baik. Sehingga apapun bentuk pencitraan yang dilakukan oleh politisi, tidaklah gampang untuk mempengaruhi rakyat.
Secara teori politisi diharapkan dapat menjadi filter terjadinya kesewenang-wenangan pada eksekutif. Namun kenyataan menunjukkan sebaliknya. Justru politisi-lah yang menjadi bagian dari permasalahan yang dihadapi bangsa ini.
Hal ini kemudian dijadikan tolok ukur bagi rakyat dalam menilai kinerja para politisi. Kenyataan menunjukan bahwa semakin menurunnya tingkat kepercayaan publik kepada politisi. Berdasarkan survei yang dirilis Lembaga survei Indonesia Network Elections Surveys, mayoritas publik menilai perilaku para politisi semakin jauh dari nilai sosial masyarakat. Mayoritas responden yang menilai para politikus berperilaku negatif, jumlahnya mencapai 80,4%. Hal ini dikemukakan oleh Direktur Eksekutif INES, Sudrajat Sacawisastra, dalam diskusi publik yang digelar pada tanggal 7 April 2013.
Untuk dapat mengetahui “kebersihan” dari politsi calon anggota legislatif yang akan dipilih nantinya, tidaklah sesulit yang kita bayangkan. Karena pada dasarnya track record dari masing-masing politisi calon anggota legislatif itu telah ada dalam benak kita dalam bentuk perilaku (attitude) yang sering kita saksikan sehari-hari di media cetak maupun media elektronik. Terutama bagi calon anggota legislatif yang berwajah lama.
Sedangkan bagi calon yang berwajah baru (new face), dapat dilihat dari kesehariannya serta gaya dan cara bicaranya. Apabila bicaranya lantang namun tidak didukung dengan data yang akurat maka sudah dapat ditebak, calon tersebut akan banyak bohongnya dari pada benarnya. Yang berarti yang bersangkutan tidak akan banyak memberikan harapan guna memperjuangkan nasib konstituennya disaat dia sudah duduk di kursi yang terhormat nantinya.
Oleh karena itu, pergelaran pesta demokrasi di tahun 2014 ini merupakan moment yang sangat tepat bagi rakyat Indonesia dalam menentukan pilihannya, baik untuk pemilihan umum anggota legislatif maupun pemilihan umum untuk memilih pemimpin republik ini.
Memilih calon legislatif yang  bersih dan berdedikasi tinggi merupakan bagian dari upaya menciptakan pemerintahan yang bersih (good government) dan mencegah terciptanya pemerintahan yang korup.  Pemerintahan yang bersih adalah pemerintahan yang senantiasa mengayomi rakyat dengan baik dan mampu menciptakan kesejahteraan bagi seluruh rakyat secara berkeadilan.
Karena sejatinya, pemimpin yang baik adalah pemimpin yang mengayomi rakyatnya demi kesejahteraan bersama. Pemimpin harus selalu terdepan dalam penyelesaian persoalan kebangsaan. Berdiri tegak membela rakyat dan tanah air demi terwujudnya Indonesia yang dicita-citakan. 
Untuk itu sesuai dengan pesan reformasi agar kita tidak terjebak dalam propaganda politikus busuk yang selalu menginginkan status quo. Politikus busuk adalah suatu kosa kata atau predikat yang sering dilekatkan dengan nama wakil rakyat kita yang tidak pernah menyuarakan suara rakyat. Karena niat menjadi wakil rakyat bukan semata-mata untuk mensejahterakan rakyat, tetapi hanya untuk mencari penghidupan yang lebih mewah, baik dari segi finansial maupun kekuasaan dengan cara-cara yang tidak elegan.
Selain politikus jenis itu adalah kebalikan dari politikus yang amanah, yakni politikus yang tidak pernah korupsi, kolusi, dan nepotisme, tidak terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia, tidak terlibat dalam perusakan lingkungan, tak pernah melakukan kekerasan terhadap perempuan dan anak, serta tak terlibat narkotika.
Oleh sebab itu diwajibkan bagi setiap warga negara Indonesia agar tidak menyia-nyiakan momentum pergelaran pesta demokrasi 5 (lima) tahunan ini, untuk memilih wakil rakyat dan pemimpin yang tepat, yang  sesuai dengan amanat penderitaan rakyat (Ampera). Ingat bahwa waktu 5 menit yang dibutuhkan untuk mencontreng wakil rakyat dan pemimpin yang dipilih nantinya, akan menentukan nasib bangsa ini  untuk 5 tahun yang akan datang.
Memang disadari bahwa kalau kita akhirnya berpijak pada idealisme untuk memilih politisi yang baik, maka kita akhirnya akan berada pada posisi yang dilematis. Sebab di satu pihak, pilihan kita untuk memilih politisi yang baik; pro rakyat dan bermoral baik sudah sangat sulit. Tapi dilain pihak, fakta bernegara sampai hari, kita masih harus dipimpin oleh orang-orang itu. Sehingga, akhirnya persoalan ini harus ditarik lagi pada sentralisme negara.Semua akhirnya dikembalikan pada kecerdasan kita yang tidak ingin menderita oleh kelakuan para politisi busuk. Pintar-pintar-lah memilih mana politisi yang amanah di antara banyak politisi yang busuk. Waktu cukup panjang untuk menilai caleg-caleg mana yang terbaik (politisi amanah) di antara banyak caleg yang sudah tidak beres alias busuk!!! *cK

0 comments:

Post a Comment

Popular Posts

Powered by Blogger.